Apakah kalian pernah melihat orang mengalami kejang-kejang
dengan waktu yang lama dengan mengeluarkan banyak busa di mulutnya? atau apakah
kalian salah satu di antaranya mempunyai penyakit seperti ini? Bahkan, ada yang
bilang beberapa orang di antaranya langsung mengalaminya ketika dia bersentuhan
dengan air atau api. Setelah orang itu mengalami kejang dalam waktu yang cukup
lama, orang tersebut akan pingsan dan tidak menyadari sama sekali apa yang
terjadi pada dirinya.
Yup! Benar sekali, penyakit tersebut namanya epilepsi atau
bahasa populernya disebut “Ayan atau Sawan”. Ayan atau Sawan adalah penyakit
yang secara langsung menyerang saraf otak manusia karena aktivitas yang
berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak kemudian menyebabkan kontraksi
otot. Gue adalah salah satu korban dari berjuta-juta orang yang mengidap
penyakit tersebut.
Penyakit ini gue alami dan sadari pada akhir tahun 2008
ketika gue duduk di bangku kelas 3 SMP, semester 1. Waktu itu gue sedang
mengikuti ujian semester pada hari Senin di sekitar pertengahan Desember, ujian
yang pertama gue ikuti adalah Bahasa Indonesia. Gue yang udah diburu waktu
nggak sempat sarapan pagi dan langsung berangkat menuju sekolah gue, SMP
Pertiwi 2 Padang.
Ketika ujian, gue cuma asal ceplas-ceplos jawaban di LJK
karena nggak ada persiapan belajar yang penting, kalau jawaban udah keisi semua
gue udah ngerasa tenang tanpa harus kerja sama (satu orang kerja dan yang lain
sama). Dua jam pun berlalu, para siswa langsung berhamburan keluar kelas dan
membeli makanan agar bisa tancap gas lagi pas ujian.
Gue pergi ke kantin paling pojok di sebelah kiri, penuh
semua. Terus gue muter ke kantin pojok di sebelah kanan, sama saja. Gue maksain
untuk berdesak-desakan agar kebagian sembako (makanan). Karena rasanya nggak
memungkinkan, gue mutar arah lagi untuk beli jajanan yang ada di luar
pekarangan sekolah.
Tiba-tiba aja kepala gue terasa berputar. gue sekilas
berpikir mungkin ini gempa tapi, tak ada satu pun yang teriak gempa. Makin lama
kepala gue berputar makin kencang dan makin kencang lagi. Kesadaran gue makin menjauh.
TUUUT, TUUUT, TUUUT, TUUUT
Dimana ini? Gelap! snif, snif, Ini apaan ya? baunya enak
banget! Gumam gue di dalam hati. gue ngerasain seperti ada percikan air di mata,
gue mencoba membuka mata perlahan-lahan, terlihat kabur dan makin lama makin
jelas.
Gue kedapatan sedang tergeletak di atas kasur memakai
singlet dan celana panjang biru dongker dan diberi tabung oksigen. Beberapa
orang menyaksikan gue terkapar, ada guru Bahasa Indonesia gue Pak Fardinal,
Bokap serta Nyokap.
Ada apa? Apa yang terjadi? Gumam gue dalam hati !
Bokap : Udah sadar ya, ky? Tanya bokap gue khawatir.
tadi
ngapain, kok sampai pingsan?
Nyokap : kenapa kamu tadi, nak?
Gue : “.....”
Pak Fardinal : Ky, tadi kamu sedang ngapain?
Gue : nggak tau Pak.
Pak Fardinal : terus, kenapa tadi kamu sampai pingsan?
Gue : entahlah, Pak. Saya juga nggak ingat. Tiba-tiba aja saya udah
terkapar disini.
Pak Fardinal : Hmm... kalau gitu lekas sembuh ya.
Gue : ya, Pak !
Para guru berpamitan sama kedua orang tua gue untuk
kembali mengawas di sekolah. Gue
bertanya dalam hati “tadi gue ngapain ya?” gue terus mencoba mengingat apa yang
terjadi sama diri gue, mencoba mengingat dengan lebih keras tapi, gue tetap tak
ingat apa-apa. Dan tiba-tiba kepala gue terasa berputar lagi kemudian, hilang.
Bokap : kamu tadi ngapain di sekolah, kok sampe jadi kayak
gini?
Gue : nggak tahu, Pa. Aku benar-benar nggak ingat apa-apa
!
Nyokap : tadi pagi kamu sempat sarapan nggak?
Gue : nggak !
Nyokap : tu makanya kamu jadi pingsan kayak gini. penyakitmu kumat
lagi.
Gue : “....” (Emangnya gue kena penyakit apa)
Satu jam kemudian, dokter pun memperbolehkan gue pulang.
Bokap gue menyetir mobil dan Nyokap gue juga duduk di kursi samping beliau
sementara, gue terbaring lemas di belakang, nggak bisa melakukan apa-apa.
Sesampainya di rumah, Nyokap mengurusi gue yang sedang
terkapar di kamar. Beliau yang menggantikan gue pakaian sampai menyuapi
makanan. Sore harinya, gue sama nyokap pergi ke Apotik untuk mengecek kondisi
kesehatan gue.
Gue dibantuin nyokap ketika lagi jalan untuk menjaga
keseimbangan karena kepala gue terus-terusan berputar. Gue juga berusaha keras
mengingat apa yang telah gue alami di sekolah dan akhirnya membuahkan hasil.
Setelah ngantri sekian lama. Akhirnya tiba giliran gue untuk memeriksa
kesehatan gue. Dokter bertanya...
Dokter : Bisa jelaskan apa penyakitnya?
Nyokap : anak saya tadi pagi pingsan di sekolah, Buk!
Dokter : Kenapa bisa sampai pingsan?
Nyokap : karena dia nggak sarapan pagi
sebelum berangkat.
Tiba-tiba...
Gue : Aduuh, ma... pusing lagi nih
Dokter : Pejamkan matanya, pejamkan !
Gue menuruti saran dokter itu dan rasa berputar di kepala gue langsung
hilang.
Setelah diperiksa, gue diberi obat tablet dan diberi surat
pemeriksaan untuk penyakit gue ke Rumah Sakit M. Djamil oleh si Dokter.
Selama satu minggu penuh gue beristirahat di rumah terpaksa
gue harus mengikuti ujian semester pas lagi kelas meeting selama 4 hari dan
selama 4 hari itu juga sebagian dari teman gue nge-Bully apa yang gue alami,
ada yang bilang....
-Woy, si Zaky kemarin kejang-kejang sambil di mulutnya
keluar soda...
-Lo ngapain kemarin kejang-kejang sampai
ngeluarin busa? Kebanyakan
minum Sprite ya?
Gue sakit hati ketika dibilang
kayak gitu sampai-sampai gue berpikir untuk membakar orang-orang ini pake bom
molotov, terus memutilasi badan mereka lalu hasilnya gue jual ke Israel.
Meskipun begitu, sebagian teman gue ada yang khawatir akan kesehatan gue
dan menasehati gue untuk menjaga kondisi fisik. Dari situ gue mulai tahu yang
mana yang benar-benar seorang teman dan mana teman yang cuma sekedar numpang
ketawa.
Ketika penerimaan
rapor, gue minta izin sama Wali Kelas gue untuk pergi ke Rumah Sakit M. Djamil
dan ditemani sama Bokap. Sesampainya di rumah sakit, gue disuruh sama dokter ke
sebuah ruangan untuk pemeriksaan otak. Otak gue diperiksa dengan sebuah benda
yang namanya EEG (bukan telur, perhatiin tulisannya) yang bentuknya terdiri
dari beberapa kabel dan ditempelin di kepala. Gue juga disuruh minum obat tidur
oleh dokter agar aktivitas kerja otak gue terekam semua.
Setelah selesai diperiksa, tak ada tanda-tanda dari
penyakit tersebut. Dokter bilang kondisi gue baik-baik saja. Dan gue ngeliat
hasil rekaman kerja otak. Gue nggak ngerti sama sekali apa maksud dari hasil
pemeriksaannya.
Sesampainya di rumah...
Nyokap : gimana pa hasil pemeriksaannya?
Bokap : nggak ada. baik-baik saja, nih buktinya
(memberikan hasilnya)
Nyokap : Hmmm... ! kali ini kamu harus jaga kesehatan ya.
mama gak mau kamu
kayak gini lagi. Dan kamu harus minum
obat ini selama 3
tahun.
Gue : Loh, kok gitu ma?
Nyokap : Ya, iyalah. Penyakit kamu bukan penyakit sembarangan. Sejak
umur 2 tahun kamu udah
kena penyakit ini.
Gue : hah, Umur 2 tahun? Kenapa mama nggak ngasih tahu?
Nyokap : Loh, bukannya kamu udah lama tahu? Waktu dulu kan kamu
minum obat ini sampai
umur 5 tahun. Bahkan kamu ingatin
mama terus untuk minum obat.
Gue : “.....” (emang benar, ya?)
Bokap : ini ky, hasil pemeriksaan yang sekarang sama pemeriksaan waktu
umur kamu 2 tahun. Coba
bandingin sama yang dipegang mama.
Gue mencoba ngebandingin hasil kertas ronsen waktu umur 2 tahun sama umur
gue yang 15 tahun. Gue ngeliat adanya perbedaan. Hasil pemeriksaan pada gue
waktu umur 2 tahun, terdapat beberapa garis datar lalu diikuti dengan beberapa
gelombang. Sedangkan hasil ronsen umur 15 tahun nggak ada satupun terdapat
garis datar. Dari sana gue udah bisa memahami semua maksudnya.
Gue meminum obat itu cuma selama satu bulan karena gue merasa bosan sama
tuh obat. Tiba-tiba, penyakit itu muncul lagi ketika gue duduk di kelas satu
SMA pas lagi ulangan Matematika. Meskipun nggak separah tahun lalu, gue
terpaksa harus diservice ulang.
Penyakit itu terasa sangat misterius bagi gue, dia muncul kapan saja dan dimana
saja tanpa minta izin terlebih dahulu. Di saat gue sedang lengah dan langsung
ingin membunuh.
Gue dimarahi Bokap karena gue nggak disiplin atas kesehatan gue. Gue
terpaksa harus minum obat itu lagi selama 3 tahun tapi, gue tetap aja merasa
bosan. Gue minum tuh obat cuma sampai 1 ½ bulan.
Gue punya alasan tersendiri kenapa gue nggak mau minum obat itu karena gue
nggak mau ketergantungan sama obat-obatan. Gue bukan anak kecil yang harus
minum obat tiap hari dan tidur di ketiak mami. Setengah diri gue ngerasa putus
asa percuma aja diminum tuh obat bertahun-tahun tapi nggak ada yang berubah
tapi setengah dari diri gue masih mempunyai harapan untuk tetap bertahan tanpa
harus ketergantungan sama obat kimia.
Pada suatu waktu, gue mulai
mengkonsumsi sebuah suplemen yang lagi populernya pada waktu itu, namanya SGF
(Supergreen Food) bentuknya bulat pipih kecil berwarna hijau tua. Sebagian
orang bilang kalau suplemen ini mengandung
banyak khasiatnya bahkan sebagian orang juga bilang kalau ini adalah obat
herbal. Gue minum suplemen 10 tablet perharinya secara rutin selama satu bulan.
Satu tahun berlalu, gue masih duduk
di bangku kelas 2 SMA. Ketika gue magang di Hotel Pangeran Beach Padang, salah
seorang dari karyawan hotel itu bilang kalau sepupu perempuannya juga mengidap
penyakit yang sama dengan gue.
Dari waktu kecil dia juga mengidap penyakit misterius itu tapi, sekarang
penyakitnya sudah tidak muncul lagi karena dia juga mengkonsumsi suplemen yang
sama dengan gue. Yang gue ingat dari perkataan karyawan itu bahwa sekarang dia
membuka sebuah usaha obat-obatan.
Meskipun gue nggak ketemu cewek itu
secara langsung, gue senang bahwa ada orang yang mengalami penderitaan yang
sama dengan gue. Hanya dengan orang yang mempunyai penderitaan yang samalah kita
bisa saling memahami, berbagi, dan menyemangati.
Empat tahun berlalu, sekarang gue
melanjutkan pendidikan gue di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di kota
Padang. Sampai saat ini, penyakit misterius itu tidak muncul lagi.
Gue belajar banyak dari kehidupan
gue sendiri yang mempunyai penderitaan dan juga setiap kegagalan beruntun karena
kecerobohan gue. Gue berharap ke depannya gue bisa hidup lebih baik tanpa harus
mengeluh dan membebani orang lain. Amin.
I now am adult. In my 21 ages, I hope
it will never come again.